Drama adalah salah satu
karya sastra yang berbentuk cerita tertulis ataupun tidak tertulis. Drama
merupakan karya sastra yang terutama lebih ditujukan untuk dipentaskan daripada
dibaca. Drama mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakekat setiap
karangan yang bersifat drama. Naskah drama terdiri dari dialog antarpelaku dan
latar belakang kejadian. Agar lebih mudah dibaca dan dimengerti, setiap adegan
dibagi ke dalam beberapa babak atau adegan.
Perkembangan drama di
Indonesia akhir-akhir ini begitu pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya
pertunjukan drama di televisi, drama radio, drama kaset, dan juga drama
pentas. Drama merupakan cerita konflik
manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas adegan menggunakan
percakapan dan aksi di hadapan penonton. Drama juga berisi potret kehidupan
manusia dalam kehidupan sehari-hari yang diadopsi ke dalam pertunjukan di atas
panggung.
Naskah drama dari zaman
ke zaman selalu menghiasi dunia sastra di Indonesia. Membaca naskah drama
memang sedikit lebih sulit dibandingkan membaca cerita dalam bentuk novel atau
cerita pendek. Apalagi untuk pembaca awam yang belum pernah membaca naskah
drama. Kita harus membaca naskah drama tersebut berulang kali agar dapat
mengerti jalan cerita dan karakter tokoh yang ada dalam naskah tersebut, karena
naskah drama hanya terdiri dari dialog-dialog tanpa ada deskripsi lebih lanjut.
Sebagai contoh A Rego Subagyo dalam naskahnya yang berjudul “Matahari ½ Mati”
dan “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noer.
Pertama kali melihat
naskah drama yang berjudul “Matahari ½ Mati” pastilah mengundang rasa penasaran
tentang cerita dalam naskah tersebut. Tidak mudah untuk memahami jalan cerita
dalam drama ini. Butuh pembacaan berulang-ulang agar dapat mengangkap apa yang
diceritakan oleh pengarang. Drama ini
menceritakan sebuah keluarga dengan lima orang anak dan seorang ibu tanpa
pemimpin rumah tangga. Dalam ceritanya, judul yang dipilih pengarang mengarah
pada kehidupan yang sudah tidak bisa dikatakan sebagai “kehidupan” lagi.
Keluarga tanpa seorang pemimpin tidaklah terarah tujuannya. Banyak sekali
permasalahan-permasalahan dalam keluarga tersebut, misalnya anak pertama yang
sering melamun, merenung, dan tidak mau diajak berbicara. Kemudian anak kedua
yang menggarap sawah keluarga namun sedang mengalami kerugian karena harga
pupuk tidak sebanding bahkan lebih tinggi daripada hasil menjual padi, anak
ketiga yang stress atau gila karena ditinggal mati calon suami, anak keempat
yang pekerjaannya serabutan, dan anak kelima yang masih SMA tetapi malas dan
sering membolos sekolah.
Drama “Matahari ½ Mati”
tidaklah memiliki konflik yang jelas. Pengarang tidak menceritakan dengan jelas
di bagian mana konflik dimulai, konflik memuncak, serta penyelesaian. Bagian
penyelesaian drama ini tidak tuntas dan terkesan menggantung. Meskipun begitu,
jika kita dapat memahami ceritanya, banyak pesan moral yang tersirat dalam
naskah drama tersebut. Pengarang menuliskan secara tersirat tentang pentingnya
pendidikan agar menjadi pribadi yang cerdas dan memiliki wawasan yang luas
serta pemikiran yang maju. Pesan tersebut disampaikan dalam bahasa yang sangat
sederhan oleh tokoh simbok, “Pertama,
kamu itu disekolahkan biar pinter, ngerti. Kedua, supaya kamu tidak seperti
Kakang-kakangmu, tidak kerja kasaran. Lagian Kakangmu sudah susah-susah cari
duit untuk nyekolahin kamu.”. Selain itu, pengarang juga berusaha menampilkan perbandingan
kehidupan pemerintahan belasan tahun lalu yang masih damai, aman, dan tentram
dengan kehidupan zaman sekarang yang semakin tertutup dan tidak jelas.
Pada umumnya drama,
alur cerita yang digunakan haruslah menggunakan alur maju. Sebagai contoh
naskah drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noer yang lebih
mudah untuk dipahami. Pembaca dapat dengan mudah menikmati alur cerita yang
dideskripsikan dengan jelas oleh pengarang melalui dialog antartokoh. Dalam
penyajian drama ini, terlihat dengan jelas bagian pemaparan, pemunculan
konflik, klimaks, serta resolusi. Pengarang menggunakan latar di sebuah jalan
kecil yang terdapat pabrik es yang sudah sangat tua. Di depan bangunan pabrik
es itu ada seorang wanita tua yang berjualan makanan berupa pecel. Pelanggannya
kebanyakan dari para pekerja pabrik tersebut. Meskipun mudah dipahami, resolusi
atau penyelesaiannya tidak jauh berbeda dengan naskah “Matahari ½ Mati” yaitu
menggantung dan pengarang dalam mengakhiri cerita terkesan semena-mena,
berakhir begitu saja.
Dalam drama ini,
pertikaian dimulai ketika datangnya seorang pemuda asing yang ikut makan di
warung itu saat jam istirahat para pekerja pabrik. Ketika akan membayar
makanannya, pemuda itu mengaku kehilangan dompet dan meminta izin untuk pulang
mengambil dompet di rumah, tetapi simbok penjual pecel tidak percaya dan tidak
memperbolehkan pemuda itu pergi sebelum membayar makanannya. Simbok terus
memaksa pemuda itu sedangkan si pemuda terus mengarang cerita agar dikasihani.
Suasana semakin tegang ketika datang satu per satu pekerja pabrik yang ikut
terlibat dan melihat kejadian tersebut. Mereka membela simbok dan terus
memojokkan pemuda itu karena alas an yang digunakannya tidak masuk akal. Mereka
terus berdebat dan akhirnya menyuruh pemuda itu untuk meninggalkan bajunya sebagai
jaminan.
Konflik menurun ketika setelah
semuanya pergi dan kembali bekerja, si pemuda tersebut menceritakan yang
sebenarnya kepada simbok bahwa dia tidak bermaksud untuk berbohong. Dia datang
ke kota ini dengan tujuan untuk mecari pekerjaan. Akan tetapi, malang nasibnya
karena tidak kunjung mendapatkan
pekerjaan dan sudah tiga hari tidak makan. Simbok pun tersentuh mendengar
cerita pemuda tersebut karena teringat anaknya yang bernasib sama tetapi
berakhir di penjara. Akhirnya simbok pun mengembalikan baju pemuda tersbut dan
menyuruhnya pergi sebelum para pekerja mengetahuinya. Akan tetapi selang
beberapa lama, penjaga malam yang mampir di warung tersebut memberitahukan
bahwa pemuda tadi sudah sering menipu dimana-mana.
Drama yang mengangkat
tema kehidupan sosial yang ada di masyarakat ini memiliki tokoh simbok dan
pemuda sebagai tokoh sentral dan yang mendominasi cerita. Pengarang menggunakan
nama tokoh sesuai ciri-ciri fisik tokoh dalam drama tersebut, seperti si
pendek, si tua, si kurus, si peci, si kacamata, si supir, dan perempuan. Masalah
yang diangkat dalam tema ini adalah tentang penghakiman kepada pemuda yang
lihai dalam bebohong. Dan celakanya, kebohongan itu semakin lama semakin
terbongkar dengan bertambah banyaknya pekerja pabrik yang mengetahui kejadian
tersebut dan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang menjebak.
Ragam bahasa dalam
dialog antartokoh dalam drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” menggunakan
bahasa lisan yang sederhana serta sudah mulai menggunakan bahasa modern atau
bahasa kekinian dan mudah dipahami oleh pembaca. Dalam drama ini pengarang
memunculkan masalah yang sederhana namun dikemas dengan baik sehingga dapat
memancing emosi dari banyak pihak atau tokoh-tokoh lain dan mencapai titik
puncak permasalahan yang cukup tinggi. Amanat yang ingin disampaikan ialah
tentang nasihat lama bahwa kita dilarang untuk berbohong karena dapat
mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat terlihat ketika pemuda
tersebut dihakimi oleh banyak orang yang menuduhnya berbohong pada simbok.
Selain itu, kita juga tidak boleh percaya pada orang lain dengan mudah hanya
karena tampang kasihan maupun cerita yang didramatisir.
Dalam memahami makna
karya sastra, khususnya drama, kita mengacu pada teori-teori yang erat
hubungannya dengan drama. Kita juga hendaknya memahami unsur-unsur yang ada
dalam drama. Drama termasuk genre sastra imajinatif yang mengungkapkan
cerita-cerita melalui dialog-dialog para tokoh. Drama sebagai karya sastra
sebenarnya hanya bersifat sementara, karena naskah drama ditulis sebagai dasar
untuk dipentaskan. Oleh karena itu, sebagian besar orang lebih memilih menonton
drama yang telah disajikan dalam sebuah pementasan karena lebih mudah untuk dapat
memahami makna ceritanya secara langsung.
Sebelum membaca naskah drama,
sebaiknya kita membaca teori-teori tentang drama terlebih dahulu untuk dapat
menikmati karya sastra secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan pengetahuan yang
cukup. Penikmatan akan sebuah karya sastra hanya bersifat dangkal dan sepintas
saja jika kurangnya pemahaman yang tepat. Membaca naskah drama sangat
bermanfaat bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran pada pembaca tentang
kebenaran-kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Dapat juga
bermanfaat sebagai hiburan yang intelektual sekaligus spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar