Total Tayangan Halaman

2015-03-06

DRAMA, IMAJINER KEHIDUPAN SEHARI-HARI DI ATAS PENTAS

Drama adalah salah satu karya sastra yang berbentuk cerita tertulis ataupun tidak tertulis. Drama merupakan karya sastra yang terutama lebih ditujukan untuk dipentaskan daripada dibaca. Drama mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakekat setiap karangan yang bersifat drama. Naskah drama terdiri dari dialog antarpelaku dan latar belakang kejadian. Agar lebih mudah dibaca dan dimengerti, setiap adegan dibagi ke dalam beberapa babak atau adegan.
Perkembangan drama di Indonesia akhir-akhir ini begitu pesat. Hal ini terlihat dari banyaknya pertunjukan drama di televisi, drama radio, drama kaset, dan juga drama pentas.  Drama merupakan cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas adegan menggunakan percakapan dan aksi di hadapan penonton. Drama juga berisi potret kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang diadopsi ke dalam pertunjukan di atas panggung.
Naskah drama dari zaman ke zaman selalu menghiasi dunia sastra di Indonesia. Membaca naskah drama memang sedikit lebih sulit dibandingkan membaca cerita dalam bentuk novel atau cerita pendek. Apalagi untuk pembaca awam yang belum pernah membaca naskah drama. Kita harus membaca naskah drama tersebut berulang kali agar dapat mengerti jalan cerita dan karakter tokoh yang ada dalam naskah tersebut, karena naskah drama hanya terdiri dari dialog-dialog tanpa ada deskripsi lebih lanjut. Sebagai contoh A Rego Subagyo dalam naskahnya yang berjudul “Matahari ½ Mati” dan “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noer.
Pertama kali melihat naskah drama yang berjudul “Matahari ½ Mati” pastilah mengundang rasa penasaran tentang cerita dalam naskah tersebut. Tidak mudah untuk memahami jalan cerita dalam drama ini. Butuh pembacaan berulang-ulang agar dapat mengangkap apa yang diceritakan oleh pengarang.  Drama ini menceritakan sebuah keluarga dengan lima orang anak dan seorang ibu tanpa pemimpin rumah tangga. Dalam ceritanya, judul yang dipilih pengarang mengarah pada kehidupan yang sudah tidak bisa dikatakan sebagai “kehidupan” lagi. Keluarga tanpa seorang pemimpin tidaklah terarah tujuannya. Banyak sekali permasalahan-permasalahan dalam keluarga tersebut, misalnya anak pertama yang sering melamun, merenung, dan tidak mau diajak berbicara. Kemudian anak kedua yang menggarap sawah keluarga namun sedang mengalami kerugian karena harga pupuk tidak sebanding bahkan lebih tinggi daripada hasil menjual padi, anak ketiga yang stress atau gila karena ditinggal mati calon suami, anak keempat yang pekerjaannya serabutan, dan anak kelima yang masih SMA tetapi malas dan sering membolos sekolah.
Drama “Matahari ½ Mati” tidaklah memiliki konflik yang jelas. Pengarang tidak menceritakan dengan jelas di bagian mana konflik dimulai, konflik memuncak, serta penyelesaian. Bagian penyelesaian drama ini tidak tuntas dan terkesan menggantung. Meskipun begitu, jika kita dapat memahami ceritanya, banyak pesan moral yang tersirat dalam naskah drama tersebut. Pengarang menuliskan secara tersirat tentang pentingnya pendidikan agar menjadi pribadi yang cerdas dan memiliki wawasan yang luas serta pemikiran yang maju. Pesan tersebut disampaikan dalam bahasa yang sangat sederhan oleh tokoh simbok, Pertama, kamu itu disekolahkan biar pinter, ngerti. Kedua, supaya kamu tidak seperti Kakang-kakangmu, tidak kerja kasaran. Lagian Kakangmu sudah susah-susah cari duit untuk nyekolahin kamu.”. Selain itu, pengarang juga berusaha menampilkan perbandingan kehidupan pemerintahan belasan tahun lalu yang masih damai, aman, dan tentram dengan kehidupan zaman sekarang yang semakin tertutup dan tidak jelas.
Pada umumnya drama, alur cerita yang digunakan haruslah menggunakan alur maju. Sebagai contoh naskah drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” karya Arifin C. Noer yang lebih mudah untuk dipahami. Pembaca dapat dengan mudah menikmati alur cerita yang dideskripsikan dengan jelas oleh pengarang melalui dialog antartokoh. Dalam penyajian drama ini, terlihat dengan jelas bagian pemaparan, pemunculan konflik, klimaks, serta resolusi. Pengarang menggunakan latar di sebuah jalan kecil yang terdapat pabrik es yang sudah sangat tua. Di depan bangunan pabrik es itu ada seorang wanita tua yang berjualan makanan berupa pecel. Pelanggannya kebanyakan dari para pekerja pabrik tersebut. Meskipun mudah dipahami, resolusi atau penyelesaiannya tidak jauh berbeda dengan naskah “Matahari ½ Mati” yaitu menggantung dan pengarang dalam mengakhiri cerita terkesan semena-mena, berakhir begitu saja.
Dalam drama ini, pertikaian dimulai ketika datangnya seorang pemuda asing yang ikut makan di warung itu saat jam istirahat para pekerja pabrik. Ketika akan membayar makanannya, pemuda itu mengaku kehilangan dompet dan meminta izin untuk pulang mengambil dompet di rumah, tetapi simbok penjual pecel tidak percaya dan tidak memperbolehkan pemuda itu pergi sebelum membayar makanannya. Simbok terus memaksa pemuda itu sedangkan si pemuda terus mengarang cerita agar dikasihani. Suasana semakin tegang ketika datang satu per satu pekerja pabrik yang ikut terlibat dan melihat kejadian tersebut. Mereka membela simbok dan terus memojokkan pemuda itu karena alas an yang digunakannya tidak masuk akal. Mereka terus berdebat dan akhirnya menyuruh pemuda itu untuk meninggalkan bajunya sebagai jaminan.
Konflik menurun ketika setelah semuanya pergi dan kembali bekerja, si pemuda tersebut menceritakan yang sebenarnya kepada simbok bahwa dia tidak bermaksud untuk berbohong. Dia datang ke kota ini dengan tujuan untuk mecari pekerjaan. Akan tetapi, malang nasibnya karena tidak kunjung  mendapatkan pekerjaan dan sudah tiga hari tidak makan. Simbok pun tersentuh mendengar cerita pemuda tersebut karena teringat anaknya yang bernasib sama tetapi berakhir di penjara. Akhirnya simbok pun mengembalikan baju pemuda tersbut dan menyuruhnya pergi sebelum para pekerja mengetahuinya. Akan tetapi selang beberapa lama, penjaga malam yang mampir di warung tersebut memberitahukan bahwa pemuda tadi sudah sering menipu dimana-mana.
Drama yang mengangkat tema kehidupan sosial yang ada di masyarakat ini memiliki tokoh simbok dan pemuda sebagai tokoh sentral dan yang mendominasi cerita. Pengarang menggunakan nama tokoh sesuai ciri-ciri fisik tokoh dalam drama tersebut, seperti si pendek, si tua, si kurus, si peci, si kacamata, si supir, dan perempuan. Masalah yang diangkat dalam tema ini adalah tentang penghakiman kepada pemuda yang lihai dalam bebohong. Dan celakanya, kebohongan itu semakin lama semakin terbongkar dengan bertambah banyaknya pekerja pabrik yang mengetahui kejadian tersebut dan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan yang menjebak.
Ragam bahasa dalam dialog antartokoh dalam drama “Matahari di Sebuah Jalan Kecil” menggunakan bahasa lisan yang sederhana serta sudah mulai menggunakan bahasa modern atau bahasa kekinian dan mudah dipahami oleh pembaca. Dalam drama ini pengarang memunculkan masalah yang sederhana namun dikemas dengan baik sehingga dapat memancing emosi dari banyak pihak atau tokoh-tokoh lain dan mencapai titik puncak permasalahan yang cukup tinggi. Amanat yang ingin disampaikan ialah tentang nasihat lama bahwa kita dilarang untuk berbohong karena dapat mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Hal ini dapat terlihat ketika pemuda tersebut dihakimi oleh banyak orang yang menuduhnya berbohong pada simbok. Selain itu, kita juga tidak boleh percaya pada orang lain dengan mudah hanya karena tampang kasihan maupun cerita yang didramatisir.
Dalam memahami makna karya sastra, khususnya drama, kita mengacu pada teori-teori yang erat hubungannya dengan drama. Kita juga hendaknya memahami unsur-unsur yang ada dalam drama. Drama termasuk genre sastra imajinatif yang mengungkapkan cerita-cerita melalui dialog-dialog para tokoh. Drama sebagai karya sastra sebenarnya hanya bersifat sementara, karena naskah drama ditulis sebagai dasar untuk dipentaskan. Oleh karena itu, sebagian besar orang lebih memilih menonton drama yang telah disajikan dalam sebuah pementasan karena lebih mudah untuk dapat memahami makna ceritanya secara langsung.

Sebelum membaca naskah drama, sebaiknya kita membaca teori-teori tentang drama terlebih dahulu untuk dapat menikmati karya sastra secara sungguh-sungguh dan baik diperlukan pengetahuan yang cukup. Penikmatan akan sebuah karya sastra hanya bersifat dangkal dan sepintas saja jika kurangnya pemahaman yang tepat. Membaca naskah drama sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena dapat memberi kesadaran pada pembaca tentang kebenaran-kebenaran hidup, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi. Dapat juga bermanfaat sebagai hiburan yang intelektual sekaligus spiritual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar