Pada tahun ke-6 Hijriah, Nabi Muhammad SAW ingin
berumrah dan berziarah ke Makkah. Kabar ini diketahui oleh orang-orang kafir
Makkah dan membuat mereka merasa terhina, sehingga mereka berencana akan
menghalangi perjalanan Muhammad SAW pergi bersama para sahabat yang telah siap
mengorbankan jiwa raga mereka di jalan Allah SWT. Namun, demi kebaikan penduduk
Makkah, Rasulullah SAW tidak menghendaki perang. Beliau berusaha mengadakan
perjanjian dengan mereka. Walaupun para sahabat telah siap berperang, Rasulullah
SAW tetap memperhatikan orang-orang
kafir dan menerima syarat yang mereka ajukan. Sebenarnya para sahabat sangat
tertekan dengan perjanjian ini, tetapi mereka tidak dapat berbuat apapun
terhadap keputusan Rasulullah SAW. Bahkan seorang pemberani seperti Umar r.a.
pun merasa tertekan dengan perjanjian ini.
Adapun salah satu isi keputusan perjanjian tersebut
adalah:
Orang-orang kafir yang telah masuk Islam dan berhijrah, harus dikembalikan
ke Makkah, dan orang Islam yang murtad dari Islam (Na’udzubillah) tidak
dikembalikan ke kaum muslimin.
Belum selesai perjanjian itu, seorang sahabat
bernama Abu Jandal r.a.; yang telah ditahan, disiksa, dan dirantai oleh kaum
kafir karena keislamannya, jatuh bangun mendatangi mereka. Ia berharap dapat
bergabung dengan kaum muslimin dan terbebas dari musibah yang dialaminya.
Ayahnya, Suhail, yang pada saat itu belum masuk Islam (ia masuk Islam pada saat
Fatal Makkah. Dan ia adalah wakil orang kafir dalam perjanjian Hudaibiyah),
menampar anaknya dan memaksanya kembali ke Makkah. Sabda Rasulullah SAW,
“Perjanjian belum diputuskan, maka belum ada peraturan yang berlaku.”
Namun Suhail terus memaksa.
Rasulullah SAW menjawab, “Aku meminta
agar ada satu orang yang diserahkan kepadaku.” Namun mereka
menolak pertukaran itu.
Abu Jandal r.a. berkata kepada kaum muslimin, “Aku datang
untuk islam, banyak penderitaan yang telah aku alami. Sayang, sekarang aku akan
dikembalikan lagi.”
Hanya Allah Yang mengetahui betapa sedihnya para
sahabat ketika itu. Atas nasihat Rasulullah SAW , Abu Jandal r.a. bersedia
kembali ke Makkah. Rasulullah SAW berusaha menghibur hatinya dan menyuruhnya
tetap bersabar.
Beliau bersabda, “Dalam waktu dekat, Allah akan
membukakan jalan bagimu.”
Setelah
selesai perjanjian Hudaibiyah, seorang sahabat yang bernama Abu Bashir r.a.
melarikan diri ke Madinah setelah keislamannya. Kaum kuffar mengutus dua orang
untuk membawanya kembali ke Makkah. Dan sesuai dengan perjanjian, Rasulullah
SAW mengembalikan AbuBashir kepada mereka.
Abu
Bashir berkata, “Ya Rasulullah, aku datang setelah menjadi muslim, dan
engkau kembalikan aku kepada kaum kuffar?”
Rasulullah
SAW menasihatinya agar bersabar dan beliau bersabda, “Insya Allah,
sebentar lagi Allah akan membukakan jalan bagimu.”
Akhirnya, Abu Bashir r.a. dikembalikan ke Makkah bersama kedua utusan tadi.
Di
tengah perjalanan, Abu Bashir r.a. berkata kepada seorang penjaganya, “Hai kawan,
pedangmu bagus sekali.” Karena merasa pedangnya dipuji, orang
itu dengan bangga mengeluarkan pedangnya,
“Ya, aku telah
menebas banyak orang dengan pedang ini.”
Sambil
berkata demikian, ia memberikan pedangnya kepada Abu Bashir r.a. Begitu berada
di tangannya, Abu Bashir r.a. langsung mencoba pedang itu kepada pemiliknya.
Ketika orang kafir lainnya melihat temannya tewas, ia merasa bahwa sekarang
adalah gilirannya. Tanpa berpikir panjang, ia langsung melarikan diri ke
Madinah. Setibanya di hadapan Rasulullah SAW, ia berkata,
“Temanku telah
dibunuh dan sekarang giliranku.”
Pada
saat itu, Abu Bashir r.a. pun tiba di hadapan Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah,
engkau telah memenuhi janjimu dengan mereka, dan aku pun telah dipulangkan,
namun aku tidak memiliki janji apa pun yang menjadi tanggung jawabku atas
mereka. Kulakukan semua ini karena mereka berusaha mencabut agama dari diriku.”
Rasulullah
SAW menjawab, “Kamu telah menyulut api perang. Seandainya ada yang dapat
menolongmu.”
Atas
sabda itu, Abu Bashir r.a. memahami bahwa jika ada kaum kafir yang memintanya
kembali, maka ia akan dikembalikan lagi kepada mereka. Akhirnya ia memutuskan
untuk pergi ke sebuah tempat di dekat pantai. Berita ini telah diketahui oleh
orang-orang di Makkah. Abu Jandal r.a., yang telah diceritakan dalam kisah
sebelumnya pun melarikan diri dan bergabung dengan Abu Bashir r.a. Demikian
juga orang-orang yang telah masuk Islam, banyak yang bergabung dengan Abu Bashir
r.a.
Dalam
beberapa hari, mereka menjadi sebuah gerombolan kecil. Mereka sampai di sebuah
hutan yang di dalamnya tidak ada makanan atau kebun sedikitpun, juga tidak ada
penduduk. Hanya Allah Yang mengetahui keadaan mereka. Namun, mereka telah
mencekik leher para penzhalim yang kezhalimannya membuat mereka melarikan diri.
Jika ada kafilah yang melewati tempat tersebut, mereka akan melawannya atau
menyerangnya.
Kaum
kuffar di Makkah pun merasa ketakutan sehingga mereka terpaksa menjumpai
Rasulullah SAW dan merayunya dengan membawa nama Allah, alasan kekeluargaan,
dan sebagainya aga mereka dipanggil, dan kelak dapat diikat dengan perjanjianyang
telah disepakati sebagaimana orang-orang muslim lainnya dan perjalanan mereka
pun lancer kembali. Akhirnya, Rasulullah SAW menulis surat kepada mereka dan
mengizinkan mereka kembali. Ketika surat itu tiba di tangan Abu Bashir r.a., ia
sedang menderita sakit yang sangat parah. Dan ia wafat ketika tangannya sedang
memegang surat Rasulullah SAW. (Bukhari-Fathul Bari).
Jika
agama yang kuat terdapat pada diri seseorang, dangan syarat agamanya benar,
maka kekuatan apa pun tidak akan dapat melepaskan agam yang ada pada dirinya.
Dan Allah SWT berjanji akan menolong setiap muslim dengan syarat ia benar-benar
muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar